header

header

Senin, 26 Oktober 2015

Iklan Yang Tidak Sesuai Dengan Pernyataannya

Dalam periklanan terdapat Etika Umum yang harus diikuti yaitu:
·       Jujur: tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk
·       Tidak memicu konflik SARA
·       Tidak mengandung pornografi
·       Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
·       Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
·       Tidak plagiat.

Akan tetapi dalam kenyataannya sering kita temui Iklan yang dibuat oleh para pelaku usaha tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dan tidak sesuai dengan etika periklanan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan agar konsumen memakai atau membeli produknya dan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Hal ini bukan saja hanya menimbulkan kerugian materil maupun non materil bagi konsumen,seperti kekecewaan akan produk tersebut dan yang lainnya, akan tetapi juga menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha lainnya. Karena bisa jadi konsumen akan kehilangan kepercayaannya kepada pelaku usaha yang lain yang memiliki usaha di bidang yang sama.
Adapun contoh iklan yang tidak sesuai dengan pernyataannya yaitu iklan XL Bebas

Di iklan tersebut XL menyatakan bahwa konsumen dapat menikmati telpon dengan tarif termurah yaitu RP 0,1 / detik ke semua operator se- Indonesia. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak sesuai dengan faktanya yang mana hal tersebut dapat terjadi dengan beberapa syarat-syarat tertentu. 
Hal tersebut dapat diketahui setelah pengecekan di web site xl tersebut yaitu  di http://www.xl.co.id
Pada halaman awal, tidak ada petunjuk apapun, malah slogan yang sama masih tetap muncul pada bagian kiri bawah. Capture gambar situs tersebut dapat dilihat disini

Nah, setelah mengklik gambar tersebut, akhirnya terlihat jelas aturan-aturan yang sebenarnya berlaku untuk tarif promo itu, yang mana jauh dari “kesan” murah.

Dari link di atas terlihat bahwa sebenarnya tarif 0,1 rupiah per-detik itu baru berlaku setelah berbicara selama 2 menit, dan berlaku setiap kelipatan 2 menit berikutnya.
Jadi, misalnya anda berbicara 6 menit, maka dari seharusnya hanya “berpikir” membayar Rp. 180 rupiah {(6 x 60) x 0,1)} malah anda akan membayar {(2 x 60 x 25)+(2 x 60 x 0,1)+(2 x 60 x 25)} = 3000+12+3000 = 6012 rupiah 

Dan yang tidak bagusnya lagi, hal ini tidak disebutkan di iklan-iklan tersebut, malah baru diketahui di web itu sendiri, itu pun penjelasannya baru diperoleh setelah 2 kali klik.
Iklan yang ukurannya besar, justru ada pada halaman berikutnya.


Dalam gambar terssebut barulah terlihat syarat-sayarat yang ditetukan, itupun dengan font yang kecil.
Jadi, kesimpulannya, anda baru bisa menikmati “tarif” 0,1 rupiah per-detik setelah anda “merogoh” uang anda sebanyak Rp. 3.000 untuk 2 menit pertama. Malah, anda hanya “menikmati” tarif 0,1 rupiah tersebut selama 2 menit dan selanjutnya kembali ke tarif Rp. 25 per-detik.


Dan menurut saya hal tersebut tentu saja melanggar etika periklanan yang telah ditetapkan yaitu tidak jujur atau memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, dan hal tersebut pasti merugikan banyak pihak terutama konsumen pemakai tersebut yag pasti akan merasa sangat kecewa dan merasa dibodohi atas pernyataan iklan tersebut. Dan diharapkan bagi pihak produsen agar lebih dapat memperhatikan etika periklanan tersebut agar tidak lagi menciptakan iklan-iklan atau promosi yang dapat memberikan kesalahpahaman dan kekecewaaan bagi para konsumennya.

Adapun peran pemerintah dalam menangani pelanggaran tersebut maka pada tahun 1999 Presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan dibuatnya undang-undang ini diharapkan dapat melindungi hak-hak konsumen dari segala bentuk penyalahgunaan iklan oleh para pelaku usaha. Hal ini tentunya mendapatkan respon yang positif dari masyarakat, karena apabila ada kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha akan ditindak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 ini.

Selain itu dari pihak YLKI dalam Bidang pengaduan YLKI juga menampung keluhan konsumen yang kecewa terhadap produsen barang atau penyelenggara jasa tertentu. YLKI juga memberikan bantuan untuk membawa perkara terkait ke pengadilan, bila proses mediasi atau rekonsiliasi menemui jalan buntu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar